Jangan blendrang
merupakan masakan yang masih tersisa lalu di “nget” untuk dimakan esok
hari bahkan beberapa hari ke depan. Blendrang yang saya sukai yaitu blendrang tewel.
Tewel adalah buah nangka yang masih muda kemudian ditiris-tiris dan bisa
dicampur dengan kacang panjang atau “lotho”. Sebagai salah satu kearifan
lokal di desa, blendrang menjadi menu kesukaan setiap masyarakat di desa. Yang mana
blendrang bisa buat sarapan di pagi hari misalnya akan berangkat bekerja.
Pasangan dari
blendrang itu sendiri bisa nasi atau lonthong. Nasi yang masih hangat
kemudian dituangkan blendrang tewel yang baru saja di “nget” menambah
suasana pagi menjadi romantis karena ditemani anak dan istri. Sebagai salah
satu kearifan lokal di desa, blendrang menjadi menu favorit bagi masyarakat
desa yang turun-menurun sejak nenek moyang. Kenikmatan blendrang memang sudah
tidak diragukan lagi.
Blendrang memberikan sebuah pesan tersirat jika masih bisa dimakan
kenapa dibuang serta memberikan pembelajaran kepada anak—cucu untuk selalu
berhemat. Inilah pesan yang bisa diambil dari filosofi blendrang itu sendiri. Sebagai
generasi penerus sudah sepatutnya untuk selalu menjaga serta melestarikan
kearifan lokal yang ada di desa masing-masing.
Blendrang daging sapi
Siapa yang suka
dengan blendrang daging sapi? Pastinya semua menyukai, kecuali bagi orang yang
masih masa penyembuhan belum diperbolehkan untuk makan daging. Ya, kemarin ibu
memasak daging sapi, yang mana daging sapi tersebut disisihkan oleh ibu untuk
difreezer. Nasi yang hangat serta blendrang daging sapi yang juga di nget
menambah pagi saya bersemangat.
Cita rasa
blendrang membuat setiap yang menikmati selalu terngiang-ngiang dalam pikiran.
Bagaimana tidak? Setiap orang pasti memiliki favorit blendrang yang
berbeda-beda namun ada juga yang tidak menyukai blendrang. Ini tergantung
setiap orang dalam menikmati blendrang itu sendiri.
Salam blendrang
Blitar, 29 Agustus 2020
0 Komentar