Membahas tentang belajar tidak akan ada habisnya. Sebagai pengajar dan pelajar tidak akan lepas yang namanya belajar. Apapun yang dipelajari pasti memiliki efek samping tersendiri. Dengan belajar yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, yang sebelumnya tak bisa menjadi bisa. Dalam belajar pasti ada prosesnya tidak serta merta langsung bisa. Manusia lahir ke dunia belum tahu tentang banyak hal, ilmu juga sangat terbatas. Pengetahuan manusia akan selalu berkembang sesuai dengan faktor usia. 

Kemampuan yang dimiliki manusia tidak akan berkembang tanpa adanya latihan. Dengan berlatih secara sungguh-sungguh insya Allah, seseorang akan berpikir secara dinamis. Berpikiran secara dinamis menjadi seseorang berpikiran kreatif dan inovatif. Kreatif dan inovatif seyogianya harus ada pada diri manusia. Jika tidak ada kreatif dan inovatif itu tandanya masih dalam berpikir statis. Berpikir statis hanya diam di tempat tidak ada perkembangan sama sekali. padahal manusia memiliki rasa penasaran yang sangat besar sekali. Apabila tidak digali dan dikaji apa bakat dan minat pada diri tidak akan tahu kemampuan yang dimiliki.

Guru adalah seseorang yang digugu dan ditiru, baik dari segi ucapan, perilaku, dan perbuatan kehidupan sehari-hari. Karena guru adalah seorang model dadakan yang harus siap mendidik dan dikritik. Guru saat berada di depan kelas menyampaikan materi selalu diperhatikan oleh siswa-siswanya bahkan wali muridnya. Inilah yang saya maksud sebagai model dadakan.

Guru itu digugu artinya dipercaya. Dipercaya oleh masyarakat dan orang tua. Kepercayaan masyarakat kepada guru merupakan hal yang harus tetap dijaga dengan baik oleh guru. Karena masyarakat sudah memercayakan anaknya kepada guru. Jangan sampai guru mengurangi kepercayaan masyarakat.

Guru ditiru artinya guru sebagai teladan dan contoh. Seperti yang sudah di gaungkan oleh pelopor serta bapak pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara. Semboyan yang beliau ciptakan sampai sekarang masih dipakai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Tut Wuri Handayani. Ada tiga semboyan yang beliau ciptakan:

“Ing Ngarso Sung Tuladha (dari depan seorang pendidik harus memberikan teladan), Ing Madyo Mangun Karso (dari tengah seorang pendidik harus dapat menciptakan prakarsa atau ide), Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang pendidik harus bisa memberi arahan)”.

Dari semboyan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa pendidik atau guru harus menjadi seorang model dadakan yang mempunyai dedikasi tinggi, dari depan memberikan teladan, dari tengah menciptakan prakarsa dan ide, dari belakang bisa memberi arahan. Semoga para pendidik di Indonesia tetap memegang teguh amanah yang sudah diberikan oleh orang tua dan negara, untuk selalu menjaga serta mengarahkan dan membimbing para murid menjadi insan yang kreatif dan inovatif. Tidak hanya di bidang akademik tapi juga non akademik.

Salam Literasi!

Blitar, 08 Agustus 2020