Dan percayalah, cara terkeren untuk menjadi keren adalah dengan tidak berpikir ingin menjadi keren. Karena takkan mati kau dicaci, takkan kenyang kau dipuji. Asal ingat … tetaplah membumi.

Fiersa Besari, Catatan Juang, hal. 265

Di dalam buku ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Kasuarina yang biasa disapa Suar. Suar yang berarti pohon cemara. Rina yang artinya cahaya pelita. Karena kehidupannya tidak sesuai dengan namanya ia tidak mau dipanggil Rina. Suar bekerja di salah satu bank ternama di Jakarta. Ia berangkat bekerja dengan menggunakan angkutan umum. Pada saat keluar dari angkutan ia menemukan buku bersampul merah tergeletak yang lusuh dan di halaman cover tertulis “Seseorang yang akan menemani setiap langkahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya tertanda Juang”. Suar berpikir apakah buku ini milik penumpang yang berada di samping saya tadi? Ia kemudian membawa buku itu untuk dikembalikan, mungkin ada petunjuk di dalam buku tersebut.

Ia menjadi karyawan yang mendapatkan nasabah terbanyak karena semangat dan kegigihannya, sehingga bos Suar menyukai kinerja Suar. Namun setelah ia diputuskan oleh gebetannya, kerjanya menurun. Semangatnya yang sebelumnya menggebu-gebu menjadi menurun.

Ia melihat dari dalam tasnya ada yang terlihat buku bersampul merah, kemudian ia mengambil, membuka, dan membacanya mungkin ada petunjuk siapa pemilik buku bersampul merah. Ia browsing di internet namun tidak ditemukan nama Juang. Suar berpikir buku ini seperti teks yang mau diterbitkan, pasti Juang sangat kehilangan sekali.

Di momen yang pas, karena sesuai apa yang dialaminya ia menemukan kata-kata yang bisa dijadikan sebagai pegangan. Sampai pada saatnya ia memutuskan untuk segera keluar dari pekerjaannya. Karena Suar bekerja di kantoran bukan atas kemauannya sendiri akan tetapi kemauan dari orang tua.

Suar berangkat dari rumah menuju ke kantor dengan kebimbangan. Namun, saat berada di angkutan ia membuka kembali buku bersampul merah dan di buku tersebut ia menemukan kata-kata bijak yang mana ia harus mempunyai keputusan yang tepat walaupun itu berat. Ia pun mengetuk pintu ruangan bosnya. Terdengarlah suara bos Suar mempersilahkan Suar. Suar duduk mengatakan kepada bosnya untuk keluar tapi bos Suar menahan Suar untuk tidak keluar, namun Suar tetap dengan pendiriannya, untuk mengejar cita-citanya yang masih tertunda menjadi sineas. “Dengan cara seperti ini saya bisa keluar dari zona nyaman dan mengejar cita-cita saya sebagai sineas”, kata Suar.

Dan untukmu yang baru saja akan mulai menulis, selalu ingat ini: menulis adalah terapi. Dan kita tidak perlu melakukannya agar terlihat keren di hadapan orang lain, atau berekspektasi punya buku yang diterbitkan penerbit besar. Menulis adalah sebuah kebutuhan agar otak kita tidak dipenuhi feses pemikiran. Maka, menulislah. Entah di buku tulis, daun lontar, atau bahkan di media sosial, menulislah terus tanpa peduli karyamu akan dihargai oleh siapa dan senilai berapa. Menulislah meski orang-orang mengejekmu. Menulislah agar kelak saat kau meninggal, anak-cucumu tahu bahwa suatu ketika engkau pernah ada, pernah menjadi bagian dari sejarah (halaman 198).

Di desa Utara Someah akan dibangun pabrik semen, namun masyarakat tidak setuju atas pembangunan pabrik. Dari masalah tersebut Suar mempunyai ide untuk membuat sebuah film dokumenter. Ia pun mulai mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan mulai dari kamera DSLR sampai kerabat kerja yang akan membantu Suar. Suar mengajak Fajar dan Eli dalam pembuatan film dokumenter dengan alat seadanya dan menyewa kekurangan alat lainnya. Dengan adanya film dokumenter ini, Suar berharap pemerintah menyimak keluhan dari masyarakat sehingga dapat membatalkan pembangunan pabrik semen.

Alhasil, film yang digarap oleh Suar bersama kerabat kerja membuahkan hasil. Pembangunan dibatalkan membuat para masyarakat sekitar merasa sangat senang atas film yang dibuat oleh Suar.

Dengan kemauan dan kegigihan seseorang akan menghasilkan berbagai karya, tanpa berpikir karya yang dibuat diterima atau tidak. Yang jelas di dalamnya ada kebermanfaatannya bagi sesama.

Salam Literasi!

Blitar, 28 Juli 2020