A.Fuadi, Negeri 5 Menara: PT.Gramedia Jakarta, 2011. ISBN: 978-979-22-4861-6

Siapa yang sudah membaca buku ini?  ya buku ini merupakan salah satu karya dari seorang penulis novel terkenal bestseller yakni a.fuadi. Saat saya melihat cover dengan semburat warna jingga dikelilingi oleh 5 menara dan di atas menara ada awan yang berwarna jingga membuat saya tertarik untuk memiliki buku ini ditambah dengan tulisan bestseller. Entah kenapa ketika saat saya membuka media sosial melihat-lihat lapak buku, Eh ternyata ada yang jual dengan harga yang menurut saya pas di kantong. 

Usut punya usut, dengan uang yang pas apalagi mendapat bukunya sepaket yakni negeri 5 menara, ranah 3 warna, dan rantau 1 muara langsung bernego dengan penjualnya untuk membeli buku ini. Selesai bernego saya pun akhirnya membeli. 

Singkat cerita setelah beberapa hari menunggu buku yang ditunggu-tunggupun datang dengan dibungkus berwarna hitam berbentuk kubus bertuliskan paketan dari Kudus, Jawa Tengah. Kubuka bungkusan tersebut dengan penuh semangat. Langsung saya membacanya beberapa hari. Sampai akhirnya dapat mengambil kesimpulan pesan dari novel ini. Mau tahu apa isinya? mari kita kupas.

Alif Fikri namanya, dia tinggal di Bukittinggi Maninjau, Sumatra Barat bersama kedua orangtuanya serta dua adiknya. Dia adalah seorang anak yang mempunyai cita-cita pergi ke Jerman seperti pak Habibie. Tapi cita-citanya dipatahkan oleh orang tuanya. Karena ia akan dikirim ke Pondok Madani salah satu pondok yang terletak di Jawa Timur.

Alif Fikri anaknya penurut, berbakti kepada orangtuanya apapun yang diminta oleh ibunya selalu dilakukan, tapi cita-cita untuk melanjutkan ke SMA bersama temannya yakni Randai pupus sudah . Randai teman akrab Alif rencana akan melanjutkan ke SMA. Mereka sebelumnya sudah berencana. Akan tetapi takdir berkehendak lain.

Sebagai anak pertama Alif harus menjadi contoh kepada adik-adiknya yang masih kecil serta keinginan ibunya agar Alif menjadi seperti kakeknya, sebagai pemuka agama.

Saat Alif ditanya oleh ibunya untuk melanjutkan ke pondok Alif menolak, sampai mengurung diri di dalam kamar selama 3 hari keluar kamar hanya makan, minum, mandi, dan  shalat. Sampai akhirnya dia bersedia di pondokkan di pondok madani karena di sana belajar tentang bahasa arab dan bahasa inggris. Tapi keputusan yang dibuat oleh Alif setengah hati tak sepenuhnya.

Alif pun berangkat dari Bukittinggi menuju pondok madani Jawa Timur tepatnya di Ponorogo dengan menggunakan angkutan umum bersama ayahnya. Perjalanan yang ditempuhnya tiga hari dan waktu pendaftaran hanya tersisa satu hari seusai ia sampai di pondok madani. Jadi masih ada waktu untuk bisa mendaftar, segera ia mengisi formulir pendaftaran dan diperkenalkan dengan para ustadz serta lingkungan pondok bersama dengan santri-santri lain.

Singkat cerita, setelah ayahnya menginap dua malam, ayahnya berpamitan untuk pulang dikarenakan hasil ujian seleksi yang diadakan oleh pihak pondok nama Alif Fikri tercantum sebagai santri baru di sana, lulus. Alif merasa gembira juga sedih. Gembira karena diterima sedihnya karena Randai sudah masuk SMA.

Setelah beberapa hari berada di pondok Alif memiliki teman-teman yang sangat kompak berasal dari beberapa daerah, mereka satu kamar. Bahkan mereka menamakan diri mereka dengan sebutan sahibul menara, berjumlah enam anak yaitu Alif, Said, Raja, Atang, Dulmajid,  dan Baso. Alif menyebut dirinya sebagai menara 3. 

Penyambutan santri baru digelar dengan sangat antusias, ternyata banyak sekali santri baru. Dengan khidmat santri mengikuti acara, sampai pada waktu yang ditunggu sambutan oleh pengasuh PM yakni Kiai Rais, dalam ceramah beliau mengatakan sebuah kata-kata bijak yang bisa dijadikan penyemangat bagi santri-santri berbunyi "Man Jadda WaJada" artinya siapa yang bersungguh-sungguh berhasil. Para santri memperhatikan kata-kata yang diucapkan Kiai Rais menjadi semangat yang sangat membara, karena beliau  dalam menyampaikan sangat bersemangat sehingga santri-santri seperti dihipnotis", kata Alif.

Di pondok madani sangat disiplin dalam hal apapun. Mulai dari pembelajaran berlangsung, berpakaian, rambut harus dipotong rapi, keluar masuk pondok harus izin terlebih dahulu kepada pihak keamanan. 

Dalam belajar Alif kesulitan dalam bidang kesenian khususnya bernyanyi dan menghafal, apalagi jika menghafalkan kosakata arab Alif sangaf minim. Akan tetapi ia memiliki kemampuan di bidang bahasa Inggris.

Singkat cerita, setelah empat tahun berlangsung. Tiba waktunya Alif mengikuti ujian kelulusan yang mana masih banyak yang perlu dipelajari. Dengan semangat yang menggebu-gebu ia bangun lebih awal dari teman-temannya untuk shalat malam memohon kepada sang Maha pencipta segala sesuatu serta belajar untuk mengepung ketertinggalannya dalam menghafal kosakata bahasa arab, alhasil ujian tulis, ujian wawancara dilibaskanya tanpa ada aral rintang yang menghadang, ujiannya lancar. 

Alif dalam belajar tidak pernah mundur, ia selalu mempunyai keyakinan dan tekad serta ingat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh Kiainya "Man Jadda WaJada"

       Bersungguh-sungguh dalam segala hal akan berakhir manis apabila dilakukan dengan sabar dan ikhlas tanpa ada beban, prinsip hidup harus punya  dengan begitu arah langkahnya jelas tanpa ada kerancuan di dalamnya

  

Minggu, 05 Juli 2020